BeritaDaerahKesehatanNasionalPolitik

GMLJ Desak Ombudsman dan KASN Periksa Bupati Lembata, Bupati Kanis Tuaq Tegaskan Tindakannya Sesuai Regulasi ASN

258
×

GMLJ Desak Ombudsman dan KASN Periksa Bupati Lembata, Bupati Kanis Tuaq Tegaskan Tindakannya Sesuai Regulasi ASN

Sebarkan artikel ini

Oleh: Bedos Making

Yogyakarta-|Gerakan Mahasiswa Lembata Jogjakarta (GMLJ) mendesak Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk segera memanggil dan memeriksa Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq. Desakan ini terkait dugaan maladministrasi dalam proses mutasi mantan Kepala Puskesmas (Kapus) Loang, Fransiska Listiyanti Toja.

Koordinator GMLJ, Payong, menyatakan bahwa kebijakan mutasi tersebut dinilai sarat dengan pelanggaran prosedural serta tidak transparan. Ia menilai, mutasi dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat dan berpotensi melanggar prinsip meritokrasi dalam sistem kepegawaian, terang Payong kepada Harianwarga.id, Sabtu (19/10/2025).

Payong mengatakan bahwa. “Kami menyampaikan keprihatinan dan wajib mengkritisi kebijakan mutasi yang sarat maladministrasi dan nepotisme, yang diduga dilakukan oleh Bupati Lembata Kanisius Tuaq,” ujar Payong melalui pesan WhatsApp, kepada awak media ini.

Menurut Payong, mutasi tersebut tidak melalui tahapan sesuai ketentuan perundang-undangan. Ia menegaskan, GMLJ menilai proses mutasi tidak disertai rekomendasi teknis dari BKN maupun persetujuan dari KASN, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN, serta Peraturan Teknis BKN Nomor 5 Tahun 2019.

“Mutasi ini dijalankan secara sepihak tanpa data Pertek (Persetujuan Teknis) maupun audit kompetensi. Ini jelas melanggar prinsip meritokrasi dan netralitas ASN,” tegasnya.

“Kami juga mempertanyakan, apakah sebelum melakukan mutasi terhadap Ex Kapus Loang, Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) telah melakukan evaluasi kinerja terlebih dahulu?”

Lebih lanjut menurut Payong, kebijakan tersebut berpotensi mencederai asas keadilan dan integritas ASN, serta membuka ruang intervensi politik dalam birokrasi. Ia menambahkan, apabila terbukti melanggar, kepala daerah dapat dikenai sanksi administratif, pembatalan Surat Keputusan (SK), hingga investigasi oleh Ombudsman RI.

Sedangkan Supriyadi, Sekretaris GMLJ, juga mendesak Pemerintah Provinsi NTT dan Kementerian PANRB untuk mengaudit seluruh proses mutasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lembata di bawah kepemimpinan Bupati Lembata Petrus Kanisius Tuaq.

Ia juga menuntut keterbukaan dokumen mutasi, termasuk Pertek BKN, rekomendasi KASN, dan hasil penilaian kompetensi, sebagai bentuk akuntabilitas publik.

“Mutasi birokrasi seharusnya menjadi instrumen peningkatan kinerja pemerintahan, bukan alat politik. Kami berharap Bupati Kanis Tuaq segera mengambil langkah transparan untuk menjaga integritas birokrasi di Kabupaten Lembata,” tegas Supriyadi.

Sebelumnya, mutasi terhadap Ex Kapus Loang Fransiska Listiyanti Toja diduga dilakukan tanpa melalui aplikasi resmi Integrated Mutasi (I-MUT) BKN, dan hanya didasarkan pada telaahan dari 12 staf Puskesmas Loang.

Menutup pernyataannya, GMLJ menegaskan bahwa mahasiswa dan pemerintah daerah adalah mitra dalam menjaga demokrasi dan tata kelola yang bersih. Oleh karena itu, mereka meminta Ombudsman NTT dan KASN segera menindaklanjuti laporan tersebut dan merekomendasikan kepada Bupati Lembata untuk mencabut SK Bupati, nomor 562 Tahun 2025.

Sementara itu, Bupati Lembata Petrus Kanisius Tuaq, ketika dihubungi, menyampaikan tentang mekanisme mutasi di lingkup Pemkab Lembata, Menurut Bupati Kanis.

“Secara normatif, setiap aparatur sipil negara tunduk pada regulasi manajemen kepegawaian. Kebijakan mutasi, promosi, maupun pembebastugasan dilakukan berdasarkan evaluasi formal, bukan preferensi personal. Perlu dipahami bahwa Kepala Puskesmas bukan jabatan struktural, melainkan tugas tambahan yang dapat ditarik kembali kapan saja sesuai kebutuhan organisasi.”

“Kami mengakui terdapat capaian teknis yang baik selama yang bersangkutan menjalankan tugas. Namun dalam jabatan publik, performa teknis tidak berdiri sendiri; ia harus terikat pada etika kepemimpinan, moral organisasi, dan transparansi pengelolaan pelayanan. Ketika indikator etika, iklim kerja, dan tata kelola perlu ditata ulang, maka intervensi administratif merupakan langkah korektif yang sah untuk menstabilkan sistem pelayanan,“ ujarnya.

Lebih jauh Bupati Kanis menyampaikan. “Pembebastugasan ini bukan sanksi personal. Status ASN, hak administratif, dan kedudukan kepegawaiannya tetap melekat. Kebijakan ini semata-mata untuk menjamin bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas berjalan dalam iklim yang profesional, kondusif, dan akuntabel.”

“Dengan demikian, keputusan ini diambil bukan untuk menghakimi individu, melainkan untuk menjaga integritas pelayanan publik, stabilitas organisasi, dan keberlanjutan tata kelola yang sehat demi kepentingan masyarakat.”

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *