FLORES TIMUR, HARIANWARGa.ID – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Flores Timur, Petrus Pedo Maran melalui Asisten III, Petrus Pehan Tukan dan Kadis Kominfo, Hery Lamawuran menyampaikan permohonan maaf.
Permohonan maaf tersebut buntut dari salah satu ASN yang sebelumnya menjabat sebagai ajudan Pj Bupati Sulastri Rasyid melarang wartawan MetroTv dan Tribunnews/Pos Kupang melakukan peliputan terkait persiapan menyambut Bupati terpilih di Rumah Jabatan (rujab) Bupati.
“Kami atas nama pemerintah meminta maaf atas kejadian tadi di Rumah jabatan. Sehingga ini ke depan kami akan lebih hati-hati dan menjadi pembelajaran bagi kami untuk tidak akan terulang lagi,” ucap Pehan Tukan dan Heri Lamawuran dalam klarifikasi, Jumad, (21/02/2025).
Sementara, ASN yang melarang wartawan yakni Claudia Peni dalam video klarifikasi juga menyampaikan permintaan maaf karena sudah melarang dan membatasi kerja Jurnalistik lantaran tidak bisa memberi keputusan karena saat bakti di Rujab Bupati pimpinan tidak berada di tempat.

“Kami ini staf biasa sehingga tidak berani memberikan keputusan apapun. Tetapi kalau tindakan saya sangat membuat rekan-rekan media marah dan terganggu saya mohon maaf ,” ujar Peni.
Jadi perhatian, klarifikasi permohonan maaf tersebut berkat gerak cepat atas inisiatif awak media yang di pimpin oleh wartawan Flores Pos, Wento Eliando dalam memfasilitasi mediasi rekan – rekan media bersama Pemda Kabupaten Flores Timur di ruangan Asisten III hingga berjalan lancar.
Pantauan media, permohonan maaf tersebut menuai protes dari publik, menurut publik, seharusnya Sekda harus memberikan sanksi kepada ASN tersebut sehingga ada efek jera, jika hanya menyampaikan permohonan maaf, maka kemungkinan ke depan pasti kan terjadi lagi hal serupa.
Diketahui dua wartawan yang mendapat perbuatan tidak menyenangkan dari seorang ASN tersebut yakni Paul Kabelen (Jurnalis Tribun/Pos Kupang) dan Van Werang (Jurnalis Metro TV).
Claudia Peni (seorang ASN yang sebelumnya menjadi Ajudan Pj. Bupati, Sulastri Rasyid) secara arogan melarang bahkan hingga mengancam wartawan saat melakukan kerja Jurnalistik.
Kejadian berawal dari kedua wartawan mendatangi rumah Dinas Bupati guna memantau persiapan menyambut kedatangan Bupati terpilih, Antonius Doni Dihen yang bakal menempati rumah itu.
Setelah memperkenalkan diri dan memberitahu maksud kedatangan, keduanya pun mulai mengambil gambar situasi rumah jabatan. Namun, saat hendak mengambil gambar mobil dinas yang terparkir, datanglah Claudia Peni alias Lyan dengan nada kasar melarang wartawan.
Meski dijelaskan dengan baik oleh Paul dan Van, namun wanita yang berstatus ASN ini malah berniat menyerang wartawan. Beruntung aksinya itu berhasil dilerai.
“Dia dengan nada kasar bilang: tidak boleh foto, harus minta ijin. Kalian datang hanya mau tulis berita yang tidak baik,” ungkap Paul mengutip teriak ASN tersebut.
“Dia sempat datang berniat menyerang Paul, beruntung saya lerai,” sambung Van menjelaskan kejadian di lokasi.
Mereka meminta agar, Sekda Flores Timur segera mengambil langkah tegas terhadap ASN yang telah melakukan pelarangan liputan.
“Sesuai aturan, melarang wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers yakni Pasal 18 ayat (1) UU Pers dan dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta,” tegas Paul.
Aksi Claudia yang melarang jurnalis ini diduga berkaitan erat dengan berita yang ditulis wartawan sebelumnya, terkait pengadaan mobil dinas baru bagi bupati dan wakil bupati terpilih.
Beberapa pekan terakhir, jurnalis di Flores Timur memang getol menyoroti pengadaan lima unit mobil dinas baru untuk tiga pimpinan DPRD, Bupati dan Wakil Bupati Flores Timur periode 2025-2030.
Pengadaan mobil itu sempat menjadi kegaduhan publik, lantaran mobil lama yang baru dibeli pada masa Pj Bupati Doris Rihi, masih dalam kondisi baik. Apalagi, pemborosan anggaran daerah itu, dilakukan di tengah duka erupsi gunung Lewotobi Laki-laki. *** TIM
Respon (1)