BeritaDaerahEkonomiNasionalTeknologi

Reforma Agraria 2025 Melalui Kegiatan PTSL 1350 Bidang di Lembata Berjalan Sukses

16
×

Reforma Agraria 2025 Melalui Kegiatan PTSL 1350 Bidang di Lembata Berjalan Sukses

Sebarkan artikel ini
Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Lembata, Yance Andrianus Talan, S.ST. Foto: Harianwarga/Istimewa.
Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Lembata, Yance Andrianus Talan, S.ST. Foto: Harianwarga/Istimewa.

HARIANWARGA.ID, LEMBATA – Program Reforma Agraria yang digadang sebagai salah satu instrumen utama pemerataan penguasaan tanah di daerah ternyata belum sepenuhnya menyentuh Kabupaten Lembata pada tahun 2025.

Target nasional yang semula dibuka cukup besar harus terkoreksi tajam, dan Lembata menjadi salah satu daerah yang tersisih dari kuota pelaksanaan program tersebut.

Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Lembata, Yance Andrianus Talan, S.ST, mengungkapkan bahwa pada awal perencanaan, program reforma agraria di Kabupaten Lembata sempat mendapatkan target 7.500 bidang tanah. Yakni PTSL 7.000 bidang dan Redistribusi Tanah 500 bidang.

Namun, kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat berdampak langsung pada pemangkasan kuota secara signifikan.

Baca Juga: Buka Jejaring Pasar, Bupati Lembata: Diaspora adalah Jembatan Pemasaran UMKM, Pangan dan Hasil Laut NTT

Dari total kuota baru setelah efisiensi Lembata mendapatkan target 1.150 bidang untuk PTSL, sedangkan Redistribusi Tanah hanya 12 kabupaten yang memperoleh alokasi, dan Kabupaten Lembata tidak termasuk di dalamnya.

Situasi ini, menurut Yance, memperlihatkan bahwa pelaksanaan reforma agraria di daerah tidak semata ditentukan oleh kebutuhan riil masyarakat, melainkan sangat bergantung pada konfigurasi kebijakan pusat dan ruang fiskal negara.

“Lembata tidak masuk kuota redistribusi tanah 2025 karena jatah NTT dikurangi drastis,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (12/12).

Di tengah absennya kegiatan redistribusi tanah di Lembata, pemerintah pusat tetap menjalankan program strategis nasional lain melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Baca Juga: Deklarasi Frontal di Hari HAM, Tolak Geothermal dan Dukung Perlawanan Masyarakat

Untuk Kabupaten Lembata, pada awal 2025 ditetapkan target 1.150 bidang tanah. Menjelang akhir tahun, kuota tersebut kembali bertambah 200 bidang, sehingga total sertifikat tanah yang harus diselesaikan mencapai 1.350 bidang.

Seluruh target tersebut, kata Yance, telah dituntaskan dan sertifikatnya diserahkan kepada masyarakat peserta PTSL, termasuk melalui penyerahan simbolis oleh Bupati Lembata P. Kanisius Tuaq di Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur.

Namun, keberhasilan PTSL tidak serta-merta menutup persoalan struktural agraria di Lembata. Tantangan justru semakin kompleks ketika berbicara tentang pelaksanaan reforma agraria pada tahun 2026.

Berdasarkan pagu indikatif dari Kementerian ATR/BPN dan Kanwil BPN Provinsi NTT, setiap kantor pertanahan di wilayah NTT diproyeksikan memperoleh kuota PTSL sebesar 5.000 bidang. Sementara itu, khusus untuk reforma agraria, Kabupaten Lembata ditetapkan mendapat target redistribusi tanah sebanyak 1.000 bidang.

Baca Juga: PELNI Resmi Pindahkan Kantor Cabang Ke Lembata, PELNI Larantuka Turun Kelas Jadi Unit

Target tersebut dinilai tidak mudah direalisasikan. Yance menegaskan bahwa objek redistribusi tanah dalam skema reforma agraria saat ini dibatasi hanya pada lahan bekas atau pelepasan kawasan hutan yang telah memiliki dasar hukum berupa SK Biru.

Sementara itu, pelepasan kawasan hutan di Lembata sangat terbatas, baik dari sisi luas maupun sebaran lokasinya.

Keterbatasan objek tanah ini berkaitan dengan persoalan lama agraria di Lembata, yakni kuatnya klaim hak ulayat masyarakat adat. Menurut Yance, risiko benturan dengan tanah adat menjadi kekhawatiran serius.

“Isu paling kuat di Lembata adalah hak ulayat. Jangan sampai program negara justru memicu konflik dengan masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga: Tiga Personil LBH SIKAP Lembata dinyatakan Lulus Ujian Advokat oleh DPP KAI

Ia menilai, jika persoalan ini muncul di lapangan, pelaksanaan reforma agraria hampir pasti terhambat.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, BPN Lembata mendorong adanya kesiapan sejak awal, baik dari sisi pemerintah desa maupun masyarakat.

Kejelasan status tanah dan tidak adanya sengketa menjadi prasyarat utama agar target seribu bidang dapat direalisasikan. Tanpa itu, program reforma agraria berpotensi kembali gagal pada tahap implementasi.

Yance juga menyinggung perlunya terobosan kebijakan dari pemerintah pusat.

Baca Juga: Dorong Produktivitas Purna Migran dan Petani Lokal Lewat Lahan Ekspansi, Bupati Lembata Tanam Jagung Hibrida Di Desa Tapobaran

Dengan karakteristik wilayah Lembata yang minim pelepasan kawasan hutan dan hanya memiliki spot-spot kecil, ia berharap ada regulasi yang memberi ruang agar tanah negara di luar kawasan hutan juga dapat dijadikan objek reforma agraria.

“Kalau hanya mengandalkan pelepasan kawasan hutan, target seribu bidang sangat berat dicapai,” katanya.

Meski demikian, untuk sementara ini BPN Lembata menegaskan tetap akan berpegang pada arah dan kebijakan Kementerian ATR/BPN RI, dengan memprioritaskan tanah-tanah pelepasan kawasan hutan yang telah memiliki kepastian hukum.

Rencana reforma agraria tahun 2026 di Kabupaten Lembata akan menyasar 18 desa yang tersebar di 9 kecamatan. Namun hingga kini, respons dari pemerintah desa masih minim. Baru dua desa di Kecamatan Wulandoni, salah satunya Desa Imulolong, yang secara resmi menyatakan kesiapan mengikuti program tersebut.

Baca Juga: Langkah Serius Wabup Lembata Awasi Ketat Dana Revitalisasi APBN di Pelosok Atadei dan Wulandoni

BPN Lembata berharap desa dan kecamatan lain segera merespons agar pemetaan skala prioritas dapat dilakukan secara adil dan terukur.

Selain kesiapan teknis dan administratif, prinsip pemerataan antar wilayah juga akan menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi program.

Tanpa dukungan penuh dari pemerintah desa dan masyarakat, reforma agraria yang diharapkan mampu memperbaiki ketimpangan penguasaan tanah di Lembata berisiko kembali terhambat oleh persoalan struktural yang tak kunjung terselesaikan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *