BeritaDaerahHukum & KriminalTNI/Polri

Kasus Persetubuhan Anak di Bawah Umur Yang Terjadi di Adonara, Kuasa Hukum N.B.H Minta Penyidik Objektif dan Transparan

636
×

Kasus Persetubuhan Anak di Bawah Umur Yang Terjadi di Adonara, Kuasa Hukum N.B.H Minta Penyidik Objektif dan Transparan

Sebarkan artikel ini

FLORES TIMUR- Kasus persetubuhan anak di bawah umur yang diduga melibatkan pelaku berinisial N.B.H. berusia 41 tahun, warga Desa Terong, Kecamatan Adonara Timur, berujung pada penangkapan oleh pihak Kepolisian Kabupaten Flores Timur pada 9 September 2025.

Penangkapan bermula ketika pelaku tiba di Desa Waiwuring, Kecamatan Witihama, untuk mengunjungi keluarganya yang sedang berduka. Saat TSK hendak kembali ke Desa Terong, pelaku tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukan alasan penangkapan oleh aparat kepolisian. Selanjutnya, pelaku langsung dibawa dan ditahan di Pospol Sagu, Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur (NTT).

Identitas Pelaku:

Inisial: N.B.H.

Usia: 41 tahun

Alamat: Desa Terong, Kecamatan Adonara Timur

Status: Kawin adat, memiliki 3 orang anak

Pekerjaan: Buruh lepas (sempat diberitakan sebagai Sopir)

Pengakuan Tersangka:

 

Dalam keterangannya kepada Harianwarga, pelaku berinisial N.B.H. (41) menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui alasan penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

 

“Saya tidak tahu-menahu apa persoalannya, tiba-tiba saya ditangkap oleh polisi. Sebagai orang yang buta aksar tapi saya berani bersumpah demi Tuhan dan Lewotanah saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat saya ditangkap. Saya bahkan tidak mengenal anak korban itu, ataupun sebaliknya. Setelah ditangkap, saya dipukul oleh polisi yang bertugas di Polsek Sagu dan dipaksa untuk mengakui. Saya hanya bisa pasrah, menyerahkan diri kepada Tuhan, dan berharap pertolongan dari keluarga,” ujar N.B.H.

Tersangka yang mengidap buta aksara juga menegaskan bahwa penangkapannya dilakukan dua hari setelah peristiwa yang dituduhkan, tanpa adanya pemberitahuan atau alasan yang jelas oleh pihak kepolisian.

Selain itu, ia mengaku tidak pernah menerima surat penangkapan resmi dari penyidik Polres Flores Timur. Bahkan, menurut pengakuannya, ia dipukul dan dipaksa untuk mengakui perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

Kini, tersangka menyatakan akan mencari keadilan dan akan didampingi oleh kuasa hukumnya, Rafael Ama Raya, S.H., M.H., bersama rekannya Paulus Randy Domaking, S.H keduanya dari kantor hukum Rumah Perjuangan Hukum Rafael Ama Raya, S.H.,M.H & Associates.

 

Pernyataan Kuasa Hukum:

Advokat Rafael Ama Raya, S.H., M.H., yang akrab disapa Ama Raya, merupakan Advokat jebolan organisasi Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin). Kepada Harianwarga, Sabtu (20/09/2025), ia menyampaikan pandangannya terkait proses hukum yang menimpa kliennya, N.B.H.

Menurut Ama Raya, pihak Penyidik Reskrim Polres Flores Timur dinilai tidak objektif dan tidak transparan dalam mengungkap kasus ini.

“Sebelum klien kami ditangkap oleh pihak kepolisian Flores Timur, ia terlebih dahulu ditahan di Polsek Sagu. Kemudian, satu hari setelahnya dibawa ke Polres Flores Timur untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Di Polres Flores Timur melalui unit PPA Polres Flores Timur klien kami suda diperiksa sebanyak dua kali namun tanpa didampingi oleh kuasa hukumnya padahal dalam Pasal 54 dan 56 KUHAP sangat jelas bahwa klien kami memiliki hak hukum untuk di dampingi oleh kuasa penasihat hukum, maka kami anggap bahwa berita acara pemeriksaan (BAP) yang suda dibuat tersebut cacat hukum dan olehnya tidak boleh digunakan dalam perkara ini, tegasnya

Lanjut Pengacara yang getol membela orang miskin, Ama Raya, klien kami paksa dan dimintai keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, dalam setiap pemeriksaan, ia tetap pada prinsipnya menolak tuduhan-tuduhan yang dilayangkan sebab klien kami memang tidak mengenal anak korban apalagi melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang disangkahkan kepada kliennya, Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan tidak berdasar,” jelas Ama Raya.

Ama Raya menambahkan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan keadilan bagi kliennya.

“Ini adalah bukti dan keterangan yang kami dapatkan langsung dari tersangka, bahwa ia benar-benar tidak pernah melakukan perbuatan sebagaimana diberitakan. Oleh karena itu, kami akan berjuang demi kebenaran dan keadilan,” tegasnya.

 

Senada dengan rekannya, Paulus Randy Domaking, S.H Menegaskan akan memperjuangkan Nasip tersangka. Sehubungan dengan pengaduan atau laporan polisi yang diajukan oleh keluarga korban terhadap tersangka dalam dugaan tindak pidana persetubuhan anak dibawah umur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak, perlu kami sampaikan beberapa hal:

 

Pertama: Pada perkembangan penyidikan, tidak ditemukan bukti adanya kekerasan atau persetubuhan sebagaimana dimaksud dalam laporan awal. Namun, kemudian penyidik menetapkan pasal baru, yakni Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak terkait dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Kedua: Kami menilai penetapan pasal baru tersebut tidak sesuai dengan prinsip Pro Justitia. Seharusnya, penyidik terlebih dahulu dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan mengenai perkara pokok, apabila perkara pokok.

Ketiga: Oleh karena itu, kami menduga adanya rekayasa dalam proses penanganan perkara ini?

Keempat: Selanjutnya, sebagai kuasa hukum, kami akan menyiapkan langkah-langkah hukum untuk memastikan tegaknya keadilan. Salah satunya adalah dengan mengajukan upaya hukum Pra-Pradilan terhadap Unit Satuan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Flores Timur atas tindakan yang kami nilai tidak sesuai dengan prinsip hukum acara pidana.

 

Awak media hendak mewawancarai Kepala Unit Satuan Reskrim Polres Flores Timur, Namun Kasat Reskrim sedang berada di luar daerah.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *