LEMBATA –Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lembata Polda NTT, IPTU Muhammad Ciputra Abidin S.Tr.K., M.Si., angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebut anggota Satreskrim memeras pelaku usaha kecil menengah (UMKM) di Kabupaten Lembata.
Hal itu disampaikannya menanggapi pemberitaan yang menyebut anggota Satreskrim Polres Lembata melakukan pemerasan terhadap pelaku UMKM. Klarifikasi ini diberikan usai Kapolres Lembata, AKBP Nanang Wahyudi, S.Psi., M.Psi., Psikolog., menyerahkan sepenuhnya kepada Kasat Reskrim untuk menjelaskan secara detail kepada awak media di ruang kerja Kapolres Lembata, pada Jumat (03/10/2025).
Menurut Kasat Reskrim Ciputra, kegiatan pemeriksaan yang dilakukan anggotanya merupakan bagian dari tugas kepolisian dalam menindaklanjuti laporan masyarakat, khususnya terkait pembuangan limbah dari warung makan dan unit usaha lainnya.
“Memang ada yang sudah memiliki izin usaha, ada juga yang belum. Semua tetap kami sinkronkan dalam pemeriksaan. Prinsipnya, usaha apapun tetap wajib menjaga kondisi lingkungan sesuai aturan dan persetujuan dari Dinas Lingkungan Hidup,” jelas Ciputra.
Ia mengungkapkan, hasil pengecekan di lapangan menunjukkan masih ada usaha yang membuang limbah sembarangan, termasuk minyak jelantah dan sisa makanan, sehingga menimbulkan keresahan warga. Karena itu, pihaknya memberikan peringatan agar pelaku usaha segera melakukan perbaikan.
Terkait isu adanya permintaan uang dari penyidik, ia membantah dengan tegas!
“Penyidik saya pastikan tidak ada yang meminta uang. Saya sudah minta klarifikasi dalam bentuk video, dan semua bukti ada pada saya. Permintaan dari beberapa pelaku usaha agar video itu tidak dipublikasikan juga sudah kami pertimbangkan,” tegasnya.
Kasat Reskrim juga menjelaskan soal pemeriksaan sebuah pabrik roti setelah adanya laporan masyarakat terkait limbah produksi.
“Saya turun langsung bersama tim teknis, saya foto saluran pembuangan, lalu kami koordinasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup untuk mengecek dokumennya,” ujar Kasat Reskrim berdarah Makasar ini.
Ia menambahkan, pemasangan garis polisi (Police Line) di beberapa lokasi bukan bertujuan menakut-nakuti pelaku usaha, melainkan prosedur standar sebelum dilakukan pemeriksaan penyidik.
“Seperti kasus penemuan mayat, garis polisi dipasang agar tidak ada yang melintas sebelum penyidik selesai bekerja. Jadi bukan untuk menekan pelaku usaha,” Tegasnya.
Klarifikasi Kasat Reskrim Polres Lembata soal Proyek Galian C yang kemarin menjadi sorotan Publik
Menurutnya, selama tanah atau lokasi yang dikelola tidak dimanfaatkan untuk mencari keuntungan atau tujuan komersialisasi, maka tidak ada masalah hukum.
“Bebas mau diratakan, dihancurkan, atau dikerjakan dengan alat, asal tidak merugikan pihak lain,” ujarnya.
Namun, apabila pengelolaan dilakukan untuk usaha atau tujuan komersial, maka harus ada objek usaha yang jelas, misalnya showroom. Dalam prosesnya, kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap pemilik dan operator kuari, tetapi belum sampai menyentuh sopir maupun pembeli hasil galian.
Di akhir keterangannya, IPTU Ciputra meminta masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya.
“Kedepannya, bila ada pihak yang keberatan, sebaiknya menyampaikan secara berjenjang. Saya juga sudah melaporkan klarifikasi ini ke Polda NTT, bahkan ada video dari para pelaku usaha yang bisa ditanyakan langsung kepada mereka,” pungkasnya.