LEMBATA – Kasus dugaan penyerobotan lahan kembali mencuat di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, NTT. Kali ini, lahan milik Petrus Resi, seorang warga miskin yang berdomisili di Bilangan Berdikari, Kelurahan Lewoleba (tepatnya di sekitar lokasi Toko Eltyan), diduga diserobot oleh Jhon Kwartayasa dkk.
Atas dugaan tersebut, kuasa insidentil Petrus Resi, Wilhelmus Tulada Langoday, secara resmi telah melayangkan dua kali somasi, masing-masing pada tanggal 4 dan 9 Oktober 2025, kepada pihak yang diduga menyerobot lahan tersebut.
Dalam rilis pers yang diterima Harianwarga.id Sabtu, 11 Oktober 2025, Wilhelmus kepada awak media menjelaskan bahwa pihaknya memberikan tenggang waktu enam (6) hari sejak diterimanya surat somasi kepada pihak terlapor agar segera mengosongkan lokasi tanpa beban apa pun di atas tanah tersebut.
“Jika somasi ini tidak diindahkan, kami akan menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri Lembata, atau melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah ke Polda NTT cq Polres Lembata,” tegas Wilhelmus Tulada Langoday.
BACA JUGA: Pater Vanduz Liliweri Yoseph, SVD Rayakan Misa Syukur Imam Perdana di Lewoleba
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa langkah hukum ini dilakukan demi melindungi hak-hak pemberi kuasa yang merupakan warga kecil dan tidak berdaya secara ekonomi, yang menurutnya telah menjadi korban praktik mafia tanah.
“Kami berharap persoalan ini bisa diselesaikan secara baik-baik. Namun, bila tidak, kami siap menempuh seluruh upaya hukum yang tersedia. Apalagi pemberi kuasa adalah orang kecil yang menjadi tumbal permainan kotor para mafia tanah,” ujarnya.
Dalam surat somasi tersebut dijelaskan bahwa Petrus Resi adalah pemilik sah sebidang tanah di Bilangan Berdikari, Kelurahan Lewoleba, yang diperoleh secara turun-temurun dari ayahnya, almarhum Bertolomeus Boli Lerek.
Tanah tersebut juga memiliki nilai adat dan sejarah, karena di dalamnya terdapat ritus adat (tempat seremoni) milik suku Lerek, yang hingga kini belum dipindahkan ke tempat lain. Hal itu, menurut Wilhelmus, menjadi bukti nyata kepemilikan tanah tersebut oleh keluarga besar pemberi kuasa.
BACA JUGA: Melihat Langsung Dapur Alam, Direktur BOPLBF Akui Keunikan Budaya Atakore
Wilhelmus juga mempertanyakan dasar hukum Jhon Kwartayasa dkk menguasai lahan tersebut.
“Atas izin siapa mereka bisa menguasai tanah itu? Sebab, baik orang tua pemberi kuasa maupun Petrus Resi sendiri tidak pernah mengalihkan kepemilikan tanah tersebut kepada pihak mana pun,” ujar Wilhelmus.
Kuasa insidentil itu menilai tindakan Jhon Kwartayasa dkk melanggar norma hukum adat Lamaholot, hukum pidana, dan hukum perdata. Ia mengutip dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak, serta Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang perbuatan melawan hukum, tutup Wilhelmus selaku kuasa insidentil.***
Respon (2)